Senin, 20 April 2009

Anak ujian tulis, Ibu ujian batin

Terus terang pada saat buat tulisan ini saya juga ga pede, karena belum mengalaminya, anak saya semuanya masih batita, jadi belum cukup umur untuk menghadapi ujian hidup ini. Saya hanya ingin menuliskan pengalaman ibu-ibu teman saya di kantor , yang telah mengalami beberapa kali ujian batin saat anak mereka menghadapi ujian, yang mungkin dialami juga oleh setiap sosok ibu di belahan penjuru bumi manapun.

Ujian nasional (UN) sudah di depan mata, bahkan di sekolah saya pun hari ini sedang digelar doa bersama, wah keren ya, seperti musibah tsunami Situ Gintung. Tapi saya tak ingin membahas itu, saya ingin soroti betapa beratnya ujian ini bagi anak-anak, orang tua, juga pihak sekolah. Seolah olah ujian ini menentukan hidup mati mereka. Why? Bill gates aja sekolahnya ga lulus, sampai sekarang belum mati.

Ujian nasional merupakan ujian penentuan bagi kelulusan anak dari jenjang pendidikan sekarang, dengan standar nilai 5.50 (buat SMU sederajat) untuk setiap mata pelajaran yang diujikan. Seluruh anak kelas 6 SD, kelas 3 SMP, kelas 3 SMU di republic ini akan melaksanakan ujian serempak sesuai jenjang pendidikan mereka.Dengan jenis soal yang hampir sama, waktu pengerjaan yang sama dan standar nilai yang sama. Padahal mereka belajar di sekolah yang berbeda, guru yang berbeda, buku yang dipakai beda, dan setiap anak memiliki kemampuan yang berbeda, tinggal dilingkungan yang berbeda, diasuh dengan pola asuh yang beda, karena orang tuanya juga beda. Jadi mengapa harus sama? Mungkin inilah yang membuat ujian ini menjadi beban, karena semua orang takut kalau soal yang keluar tidak sama dengan apa yang dipelajari. Coba kalau soal ujian ini dibuat oleh guru mereka sendiri, pasti anak dan orang tua tidak terlalu terbebani , karena guru tahu betul sampai mana kemampuan anak didiknya.

Kan harus ada standar! Betulkah? Untuk apa? Kehidupan ini sendiri yang akan menyeleksi siapa yang pantas atau tidak pantas. Seleksi alam yang menentukan apakah anak tersebut telah belajar dengan baik atau harus belajar lagi.

Bukan ujian itu yang saya permasalahkan, tapi penyamaan standar itu yang saya pikir ga masuk akal. Kemudian ujian itu pula yang menentukan kelulusan anak. Bagaimana kalo pada saat hari ujian itu, anak lagi bĂȘte, orang tuanya bertengkar, ga dikasih uang jajan, jalan kaki 5 kilo ke sekolah, di tengah jalan hujan, lalu dikasih ujian, mana soalnya susah, padahal anaknya pinter? Apakah harus ga lulus karena hari sial itu?

Lagi-lagi, ujian nasional ini proyek diknas yang lumayan gede, jadi kalo diserahkan ke sekolah masing-masing uangnya kecil. Lagi-lagi hanya karena kepentingan sejumlah orang, nasib anak bangsa dipertaruhkan. Sekolah bertahun-tahun, hanya ditentukan oleh ujian tiga hari, ga masuk akal.

OK, untuk para ibu-ibu yang anaknya sedang ujian, harap sabar ya bu, tapi bukan berarti tak melakukan apa-apa. Bekali buah hati dengan makanan sehat yang halal, doakan dengan sepenuh hati, temani mereka belajar, insyaAllah mereka lulus. Amiin.

Imunisasi, sebuah konspirasi menghancurkan generasi

Dari tulisan terdahulu, saya telah menulis tentang keharaman imunisasi dan kandungan zat-zat berbahaya di dalamnya. Silahkan anda sendiri yang memutuskan untuk tetap melakukan imunisasi ataukah tidak. Tapi yang jelas saya tak akan melakukannya.
Di balik imunisasi, tak hanya zat berbahaya yang disisipkan, namun ternyata ada sebuah konspirasi jahat yang ingin menghancurkan generasi muslim. Terserah anda percaya atau tidak, karena awalnya saya pun menganggap itu terlalu berlebihan. Namun beberapa fakta di bawah ini, akan membantu anda memutuskan apakah saya “lebay” atau memang seperti itulah seharusnya.
Pada tahun 2004 di Kano, Nigeria, terjadi penularan polio dalam skala besar yang menyerang anak-anak di Nigeria utara yang umumnya adalah penduduk muslim. Mereka akhirnya memboikot kampanye imunisasi dan penguasa local menyerukan untuk segera menyetop imunisasi untuk mencegah penyebaran yang lebih luas. Penularan skala besar yang mencurigakan ini terjadi di Negara bagian Kano, salah satu dari beberapa daerah di Nigeria utara yang diberikan vaksinasi polio yang merupakan vaksin-vaksin pemberian Amerika Serikat sebagai sumbangan untuk penduduk muslim, yang ternyata membuat anak-anak menjadi steril atau tidak akan memiliki keturunan. WHO telah mengirimkan tim ke daerah tersebut untuk mengevaluasi penularan polio yang akan dilaporkan. Dan mereka pulang dengan rasa puas akan keberhasilannya menyebarkan penyakit!
September 2004, Pemerintah Shekarau menunda keikutsertaan program imunisasi global di berbagi lokasi, karena para ilmuwan local telah menemukan hormone dalam vaksin yang dibuat di luar negeri yang dikhawatirkan dapat menyebabkan para perempuan menjadi mandul. Beberapa pemimpin Islam local menuduh pemerintah federal Nigeria menjadi bagian dari pelaksanaan rencana AS untuk menghabisi generasi muslim dengan menggunakan vaksin. Sementara WHO bersikeras bahwa vaksin itu aman. 1 Buktinya?
Kasus –kasus kegagalan vaksin di Indonesia memang baru dilaporkan sebagai kasus individual, namun mengapa selalu lebih dari satu orang yang mengalaminya dan terjadi berulang-ulang? Kita herus mulai bersikap kritis sekarang. Jawaban dari tim medis biasanya, karena anak atau bayi yang sakit setelah diimunisasi mengalami kelainan genetic, bukankah setiap bayi yang dilahirkan memang berbeda gen-nya, toh ayah ibunya saja berbeda.
Vaksin yang diberikan pada bayi kita diambil dari orang yang terkena penyakit hepatitis B, herpes, HIV, dll, yang melakukan sex bebas, minum alcohol, menggunakan obat-obat terlarang,dan melanggar jutaan larangan ALLAH lainnya, lalu virus dibiakkan di ginjal kera, ginjal anjing, menggunakan jaringan janin manusia yang digugurkan, dicampur dengan bumbu tripsin dari pancreas babi, ditambah dengan merkuri,dan zat-zat kimia berbahaya lainnya. Mungkinkah seorang ibu yang punya hati, tega memberikan itu pada bayinya?

1. Hj.Ummu Salamah,SH.,Hajjam; 2009. Imunisasi, Dampak, Konspirasi & Solusi Sehat ala Rasulullah SAW. Nabawiyah Press.Tanggerang

Mengapa surga ada di telapak kaki ibu?

Kita biasa mendengar bahwa surga ada di telapak kaki ibu, sehingga kita sering takut untuk menyakiti hati ibu, karena mungkin takut tak bisa masuk surga. Namun makna kalimat itu kini telah saya dapatkan ketika menjadi ibu.
Ketika anak pertama saya lahir, rasa itu belum terlalu mendalam, saya masih sibuk mempersiapkan diri saya dengan predikat baru sebagai ibu, sibuk dengan kehadiran orang ketiga di rumah, sibuk dengan hal-hal yang mungkin tak perlu, termasuk dengan pekerjaan yang selama ini saya geluti. Ketika anak kedua saya lahir, perasaan itu berbeda, saya tidak terlalu sibuk untuk memantapkan diri sebagai ibu lagi, karena saya mungkin telah terbiasa menjadi ibu “secara biologis.”perasaan sayang saya terhadap anak pertama justru semakin mendalam dengan kehadiran anak kedua ini. Makna ibu mulai saya dapatkan. Bagaimana rasa ibu yang tak rela apapun menggantikan anaknya, walaupun setiap saya hamil menginginkan anak laki-laki dan setiap itu pula Allah memberikan anak perempuan, saya ikhlas. Perasaan tulus memberikan apapun yang terbaik untuk anak, tanpa meminta, tanpa pamrih,tanpa keinginan apapun, selain karena aku mencintai anakku dengan sepenuh hati.
Dari sanalah, saya menyadari mengapa surga ada di telapak kaki ibu, karena dua alasan; pertama cinta dan kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya mampu menciptakan surga bagi anak-anaknya, ketika berada bersama ibu, ketenangan, keamanan dan kenyamanan sang anak terjaga layaknya seperti di surga, karena sang ibu sanggup memberikan apapun termasuk nyawanya untuk melindungi buah hatinya. Kedua ketulusan cinta seorang ibu, tak ada yang mampu membalasnya selain surga di akhirat kelak. Amiin.
Namun mengapa ada seorang ibu yang sanggup membuang anaknya, membunuh anaknya, menyakiti bahkan menyia-nyiakan anaknya? Saya tak bisa menjawabnya, selain membuat sebuah kiasan baru bahwa neraka juga ada di bawah kaki ibu.

Selasa, 14 April 2009

Halalkah imunisasi?

Saat ini, imunisasi atau vaksinasi seolah menjadi sebuah keharusan bagi bayi-bayi kita. Ciptaan Allah yang sempurna itu menjadi bahan percobaan bagi virus-virus penyakit yang konon telah dilemahkan. Tapi apakah kita para ibu yang mencintai buah hatinya dengan sepenuh hati pernah meninjau apa dan bagimana vaksin itu dibuat?

Terus terang saya dulu manut apa kata dokter, dokter suruh bayi saya diimunisasi, saya setuju saja tanpa bersikap kritis tentang imunisasi tersebut. Namun pikiran saya terbuka setelah membaca buku karangan”Hj.Ummu Salamah, SH.,Hajjam yang berjudul imunisasi, dampak , konspirasi dan solusi sehat ala Rasulullah SAW.

Dalam buku tersebut dipaparkan bagaimana vaksin itu dibuat. Vaksin dibuat dengan tiga bahan utama yaitu virus atau bakteri yang sudah dilemahkan, toksoid atau DNA, serta bahan tambahan yang menunjang fungsi vaksin tersebut. Bahan tambahan itu antara lain alumunium, benzetonium klorida, etilen glikol, formalin, gelatin, glutamate, neomisin, streptomisin, dan yang paling berbahaya adalah timerosal atau etil merkuri 50%, yang bahayanya lebih hebat dibanding logam merkuri (raksa)itu sendiri, karena merupakan senyawa bioanorganik sehingga bisa menembus jaringan tubuh manapun, berbeda dengan merkuri yang hanya dapat terakumulasi di bagian tubuh tertentu, terutama otak, namun itupun sangat berbahaya karena dipercaya sebagai pemicu utama keterbelakangan mental, autis, sulit berkonsentrasi, dan perubahan perilaku/kepribadian. Bahan-bahan tersebut tentu sangat tidaklah layak dimasukkan dalam tubuh mungil bayi kita yang sangat rentan terhadap penyakit.

Selain itu dalam pembuatan vaksin digunakan tripsin yang berasal dari pancreas babi atau turunannya. Media untuk pembiakan virus atau bakteri digunakan ginjal kera, embrio kera, embrio ayam,embrio kelinci, bahkan embrio manusia pun digunakan dengan sengaja digugurkan. Naudzubillah…

Oleh karena itu, mulai saat ini para ibu yang amat menyayangi anaknya, jangan tergoda untuk memberikan imunisasi pada bayinya. Sudah nyata keharaman imunisasi, tentu kita tak ingin mengotori bayi kita yang tanpa dosa dengan memasukkan barang haram ke tubuhnya. Selain itu banyak fakta yang menunjukkan kegagalan imunisasi, yang mampu menghancurkan kehidupan buah hati kita. Tentu kita tak ingin menanggung penyesalan seumur hidup kita bukan?